Salah satu penyakit yang kerap menghantui periode
tumbuh kembang anak adalah autisme. Setiap
orang tua tentu ketar-ketir, kuatir jika buah hatinya
menjadi salah satu penderita penyakit yang saat ini
semakin banyak dialami oleh anak balita. Saking
banyaknya anak-anak yang menderita autisme,
beberapa yayasan didirikan untuk mendukung dan
memberi layanan terapi bagi para penderita. Selain
itu, paguyuban adanya yayasan-yayasan autisme
seakan memberi motivasi moral bagi para orang
tua penderita autis agar tetap mendampingi putraputrinya
yang mengalami gangguan ini.
Ya, dukungan moral dari orang tua adalah
syarat mutlak bagi para anak penderita autisme.
Dukungan itu dapat berupa motivasi, ketelatenan,
dan tentu saja, kesabaran. Kesabaran menjadi kata
kunci dalam mendampingi anak autis. Banyak orang
tua yang malu, bahkan menyembunyikan anaknya
yang menderita autisme dari sosialita. Jangan!
Dorong mereka untuk belajar bersosialisasi.
Anak-anak adalah bintang-bintang masa depan.
Pun jika autisme menghinggapi anak Anda, dia
tetaplah anak yang luar biasa. Bantu mereka
dengan terapi rutin dan asupan nutrisi maksimal
agar otak anak dapat berkembang secara optimal.
Gangguan Biokimiawi Otak
Istilah autisme dikemukakan oleh dr. Leo Kanner
pada 1943. Autisme merupakan cara berpikir
yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau
oleh diri sendiri, menanggapi dunia berdasarkan
penglihatan dan harapan sendiri, dan menolak
realitas, keasyikan ekstrem dengan pikiran dan
fantasi sendiri.
Pakar lain mengatakan bahwa autisme adalah
ketidaknormalan perkembangan yang sampai
sekarang tidak ada penyembuhannya dan
gangguannya tidak hanya mempengaruhi
kemampuan anak untuk belajar dan berfungsi
di dunia luar, tetapi juga kemampuannya untuk
mengadakan hubungan dengan anggota
keluarganya.
Semua masalah perilaku anak autis menunjukkan
3 serangkai gangguan, yaitu: kerusakan di bidang
sosialisasi, imajinasi, dan komunikasi. Sifat khas pada
anak autis adalah: 1. Perkembangan hubungan
sosial yang terganggu, 2. Gangguan perkembangan
dalam komunikasi verbal dan non-verbal, 3. Pola
perilaku yang khas dan terbatas, 4. Manifestasi
gangguannya timbul pada tiga tahun yang pertama.
Meskipun penyebab utama autisme hingga saat ini
masih terus diteliti, beberapa faktor yang sampai
sekarang dianggap penyebab autisme adalah:
faktor genetik, gangguan pertumbuhan sel otak
pada janin, gangguan pencernaan, keracunan
logam berat, dan gangguan auto-imun. Selain itu,
kasus autisme juga sering muncul pada anak-anak
yang mengalami masalah pre-natal, pendarahan
antenatal pada trisemester pertama-kedua, anak
yang dilahirkan oleh ibu yang berusia lebih dari 35
tahun, serta banyak pula dialami oleh anak-anak
dengan riwayat persalinan yang tidak spontan.
Berkaitan dengan faktor penyebab genetik,
para ahli meyakini bahwa gen yang mendasari
autisme sangat kompleks dan mungkin terdiri atas
kombinasi beberapa gen. Teori yang meyakini faktor
genetik memegang peran penting dalam terjadinya
autisme diungkapkan pada tahun 1977. Hubungan
autisme dan masalah genetik ini dibuktikan dengankenyataan bahwa 2,5% - 3% autisme ditemukan pada
saudara dari pengidap autisme. Artinya, saudara dari
para penyandang autisme mempunyai risiko puluhan
kali untuk juga mengidap autisme. Faktor penyebab
lain adalah gangguan susunan syaraf pusat akibat
gangguan metabolisme yang mengganggu kerja
otak, seperti kekurangan vitamin, mineral, enzim, dan
sebagainya.
Gangguan autisme mulai tampak sebelum usia 3
tahun dan 3-4 kali lebih banyak pada anak laki-laki,
tanpa memandang lapisan sosial ekonomi, tingkat
pendidikan orang tua, ras, etnis, maupun agama.
Ciri fungsi abnormalitas tampak dalam tiga
bidang: interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku
yang terbatas dan berulang. Penderita kesulitan
mengungkapkan perasaan maupun keinginannya
yang mengakibatkan hubungan dengan orang lain
menjadi terganggu.
Gejala Tampak Dalam Perilaku
Gangguan perkembangan yang dialami anak
autistik menyebabkan tidak belajar dengan
cara yang sama seperti anak lain seusianya dan
belajar jauh lebih sedikit dari lingkungannya
bila dibandingkan dengan anak lain. Autisme
merupakan kombinasi dari beberapa kegagalan
perkembangan, biasanya mengalami gangguan:
1. Komunikasi. Perkembangan bahasa sangat
lambat atau bahkan tidak ada sama sekali.
Penggunakan kata-kata yang tidak sesuai
dengan makna yang dimaksud. Lebih sering
berkomunikasi dengan menggunakan gestur
dari pada kata-kata; perhatian sangat kurang.
2. Interaksi Sosial. Lebih senang menyendiri
daripada bersama orang lain; menunjukkan
minat yang sangat kecil untuk berteman;
respon terhadap isyarat sosial seperti kontak
mata dan senyuman sangat minim.
3. Gangguan sensorik. Mempunyai sensitifitas
indra (penglihatan, pendengaran, peraba,
pencium dan perasa) yang sangat tinggi atau
bisa pula sebaliknya.
4. Gangguan bermain. Anak autis umumnya
kurang memiliki spontanitas dalam
permainan yang bersifat imajinatif;
tidak dapat meniru orang lain; dan tidak
mempunyai inisiatif.
5. Perilaku. Berperilaku hiper-aktif ataupun
hipo-pasif; marah tanpa sebab jelas;
perhatian yang sangat besar pada suatu
benda; menampakkan agresi pada diri sendiri
dan orang lain; mengalami kesulitan dalam
perubahan rutinitas.
Gejala tersebut tidak harus ada pada setiap anak
penyandang autisme. Pada penyandang autisme
yang berat mungkin hampir semua gejala itu ada,
namun pada kelompok yang tergolong ringan hanya
terdapat sebagian dari gejala-gejala tersebut.
Gangguan lain yang mempengaruhi fungsi otak
penyandang autisme adalah epilepsi, retardasi mental,
down syndrome, dan gangguan genetis lain. Melihat
gangguan-gangguan yang biasanya menyertai gejala
autisme seperti yang dikemukakan di atas, banyak
orang beranggapan bahwa penyandang autisme
tidak mempunyai harapan untuk sembuh dan hidup
normal. Padahal, itu tidak benar! Intervensi behavioral, biologis, dan edukasional terbukti dapat dijadikan alat untuk mengurangi
efek-efek autisme yang merusak. Ada dua pendekatan utama dalam terapi terhadap penderita
autisme, yaitu pendekatan psikologis dan medis. Medis mencakup pula pemenuhan asupan
nutrisi.
Pentingnya Terapi Pada Penderita Autisme
Autisme sejauh ini memang belum bisa disembuhkan tetapi masih dapat diterapi (treatable).
Dari segi medis, tidak ada obat untuk menyembuhkan gangguan fungsi otak yang
menyebabkan autisme. Namun, beberapa gejala autisme dapat berkurang seiring dengan
pertambahan usia anak, bahkan ada yang hilang sama sekali.
Dengan penanganan tepat, perilaku-perilaku yang tak diharapkan dari pengidap autisme
dapat diubah, walau tidak bisa seratus persen. Bahkan, dengan penanganan yang tepat, dini,
intensif, dan optimal; penyandang autisme bisa normal. Mereka masuk ke dalam kehidupan
normal, seperti bersekolah di sekolah biasa, dapat berkembang, dan mandiri di masyarakat,.
Kemungkinan normal bagi pengidap autisme tergantung dari kadar gangguan yang ada.
Lazimnya, pendekatan psikologis dibagi menjadi dua, yaitu:
• Terapi dengan Pendekatan Psikodinamis
Pendekatan terapi ini berorientasi psikodinamis terhadap individu autis berdasarkan
asumsi bahwa penyebab autisme adalah adanya salah asuh dari orang tua. Kini, terapi
dengan metode ini tidak begitu lazim digunakan karena asumsi dasar dari pendekatan
ini telah disangkal oleh bukti-bukti yang menyatakan bahwa autisme bukanlah akibat
salah asuhan, melainkan disebabkan oleh gangguan fungsi otak.
• Terapi dengan Intervensi Behavioral
Pendekatan Behavioral telah terbukti dapat memperbaiki perilaku individu autistik.
Pendekatan ini merupakan variasi dan pengembangan teori belajar yang semula
hanya terbatas pada sistem pengelolaan ganjaran dan hukuman. Prinsipnya adalah
mengajarkan perilaku yang sesuai dan diharapkan serta mengurangi perilaku-perilaku
yang salah pada individu autistik. Pendekatan ini juga menekankan pada pendidikan
khusus yang difokuskan pada pengembangan kemampuan akademik dan keahliankeahlian
yang berhubungan dengan pendidikan. Untuk dapat mengetahui gejala autisme sejak dini, telah dikembangkan suatu kuestioner yang
dinamakan M-CHAT (Modified Checklist for Autism in Toddlers), sebagai berikut:
1. Apakah anak Anda tertarik pada anak-anak lain?
2. Apakah anak Anda dapat menunjuk untuk memberitahu ketertarikannya pada sesuatu?
3. Apakah anak Anda pernah membawa suatu benda untuk diperlihatkan pada orangtua?
4. Apakah anak Anda dapat meniru tingkah laku Anda?
5. Apakah anak Anda berespon bila dipanggil namanya?
6. Bila Anda menunjuk mainan dari jarak jauh, apakah anak Anda akan melihat ke arah mainan
tersebut?
Bila jawaban Anda TIDAK pada 2 pertanyaan atau lebih, maka Anda sebaiknya berkonsultasi
dengan pakar autisme. Mencukupi Nutrisi Bagi Penderita Autisme
Sesuatu yang sangat penting dan utama
dalam autisme mungkin luput dari perhatian
orang tua adalah gizi atau makanan. Tak
ada yang memungkiri bahwa pengaturan
makanan (diet) akan membawa dampak
perbaikan pada penderita. Beberapa ahli
mengemukakan bahwa diet merupakan
salah satu cara efektif dalam penatalaksanaan
autisme.
Mengapa diperlukan diet? Kebanyakan
anak dengan autisme mengalami gangguan
pada sistem pencernaan mereka. Di
antaranya gangguan hiperpermeabilitas
usus, malabsorbsi, enterocolitis (peradangan
usus), gangguan detoksifikasi dan beberapa
gangguan lainnya. Semua jenis abnormalitas
pada usus tersebut mengganggu kineja alat
pencernaan. Jika kinerjanya terganggu maka
bisa terjadi berbagai macam defisiensi nutrisi.
Hal ini ditambah lagi dengan kecenderungan
pola makan anak dengan autisme yang
sangat susah makan. Kebanyakan dari mereka
tak suka sayur dan tak suka buah. Bahkan, ada
yang hanya tiap hari hanya mau menyantap
mi instan.
Oleh karena itu, peneliti dan terapis autisme
saat ini banyak menganjurkan suplemen
kesehatan yang mempunyai kandungan
nutrisi lengkap dan juga mengandung
nutrisi esensial buat perkembangan otak
serta saraf. Mengapa sebaiknya suplemen
kesehatan? Karena bagi anak autis,
suplemen kesehatan lebih mudah dicerna
dan mengandung mikronutrisi lengkap.
Sumber mikronutrisi yang direkomendasi
adalah Produk-produk perlebahan dari
High-Desert.[HD]